
Ilustrasi PP Justice Collaborator diteken Presiden Prabowo (Supremasi.id)
“Saya kira terkait dengan PP ini sebenarnya menjadi satu penegasan dan bentuk perhatian negara, pemerintah, bahwa terhadap pelaku-pelaku yang bekerja sama tentu bukan menjadi pelaku utama dalam satu tindak pidana. Nah, diberi ruang, diberi bentuk keringanan”
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 yang telah diteken Presiden Prabowo Subianto, disambut baik oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
PP ini isinya memberikan penghargaan berupa hukuman ringan hingga bebas bersyarat kepada saksi pelaku tindak pidana yang bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap kasus pidana atau justice collaborator (JC).
Kejagung berharap PP ini memudahkan aparat hukum dalam menegakkan keadilan.
“Saya kira terkait dengan PP ini sebenarnya menjadi satu penegasan dan bentuk perhatian negara, pemerintah, bahwa terhadap pelaku-pelaku yang bekerja sama tentu bukan menjadi pelaku utama dalam satu tindak pidana. Nah, diberi ruang, diberi bentuk keringanan,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar kepada wartawan, Rabu (25/6/2025).
Dia menilai ini adalah penegasan bahwa negara memberikan perhatian terhadap orang-orang yang sudah bekerja sama dalam mengungkap suatu peristiwa pidana. Menurutnya, PP ini sangat tepat.
“Saya kira sangat tepat bahwa terkait dengan program pemerintah dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi, maka ini akan menjadi alat pemacu bagi siapa saja katakanlah orang-orang yang juga terlibat di dalamnya, tetapi bukan menjadi pelaku utama ini akan mengungkap, memberikan informasi sebanyak mungkin terkait soal siapa pelaku-pelaku utamanya,” katanya.
“Dan ini akan lebih membuat terang tindak pidana dan membantu aparat penegakan hukum dalam rangka percepatan pengungkapan satu tindak pidana atau peristiwa pidana,” sambungnya.
Dia pun berharap saksi pelaku yang bukan pelaku utama berani memberikan keterangan dan membongkar kasus. Sebab, JC mendapat keistimewaan apabila bekerja sama dengan penegak hukum.
“Jadi dengan PP ini sehingga diharapkan bahwa orang-orang yang mengetahui tentang adanya satu tindak pidana maka tidak ada lagi keengganan untuk membukanya secara terang. Karena ada garansi, ada jaminan, ada pembedaan terhadap penerapan hukuman yang bisa diberikan kepada mereka,” ucapnya.
Sementara Jubir KPK Budi Prasetyo menyatakan, kalau terkait dengan bebas bersyarat itu ranahnya ada di peradilan dan di KPK sendiri terkait dengan justice collaborator.
“Terkait JC ini KPK juga dalam histori penanganan perkaranya beberapa kali juga telah menerima permohonan JC dari pihak-pihak terkait, baik tersangka ataupun terdakwa,” katanya Rabu (25/6/2025)
Budi mengatakan posisi KPK adalah mempertimbangkan apakah pemohon JC memenuhi syarat substantif dan administratifnya. Budi mengatakan penyidik akan benar-benar melihat apakah pemohon JC itu benar-benar mengungkap perkara atau tidak.
“Tentu KPK akan mempertimbangkan secara substantif dan administratifnya, dan tentu juga KPK akan melihat ya dalam aspek substantif tersebut apakah yang bersangkutan juga menyampaikan informasi-informasi penting untuk mengungkap perkara ini yang jauh lebih besar dan juga melibatkan pelaku-pelaku utama,” jelasnya.
“Selain syarat substantif dan administratif tersebut, bagi pemohon JC juga harus mengembalikan aset-aset yang diduga berasal dari tindak pidana tersebut,” imbuhnya.
Diketahui, Peraturan Pemerintah tentang justice collaborator itu diteken Presiden Prabowo Subianto pada 8 Mei 2025. Aturan mengenai penghargaan bagi justice collaborator itu tertulis dalam pasal 4. Ada dua penghargaan yang diberikan pemerintah, yakni:
a. keringanan penjatuhan pidana; atau
b. pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi Saksi Pelaku yang berstatus narapidana.
Aturan ini dibuat dengan untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan terhadap saksi pelaku dalam proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Serta menjamin hak saksi pelaku yang telah berstatus sebagai narapidana.
Selama ini pengaturan mengenai mekanisme penanganan secara khusus dan pemberian penghargaan bagi saksi pelaku belum diatur secara komprehensif dalam berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, diperlukan aturan mengenai mekanisme penanganan secara khusus dan pemberian penghargaan bagi saksi pelaku.(*)