SUPREMASI.id ~ Rakyat memiliki hak untuk melakukan perlawanan jika ruang hidup mereka diganggu. Kondisi Indonesia saat ini menunjukkan rakyat masih sering menjadi objek kepentingan elit politik dan korporasi besar.
Hal tersebut disampaikan Ketua Forum Dekan Fakultas Hukum sekaligus Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Perguruan Tinggi Muhammadiyah (Fordek STIH PTM) se-Indonesia, Dr. Faisal SH., M.Hum dalam kegiatan Temu Rakyat Sumatera yang digelar di Desa Sripendowo, Kecamatan Bandar Sribowono, Kabupaten Lampung Timur, Sabtu-Minggu (6–7/9/2025).
“Secara terang benderang rakyat selalu ditindas, selalu dijadikan objek. Keadilan itu lebih sering dipertontonkan penguasa, bukan diberikan kepada rakyat,” lanjut Dr Faisal yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (Tahun UMSU) ini.
Ia mengungkapkan, Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah banyak mengawal kasus serupa, dan selalu menemukan pola bahwa pengelolaan sumber daya alam (SDA) kerap jauh dari rasa keadilan.
Faisal menekankan, Muhammadiyah telah mengeluarkan fiqih agraria yang menegaskan tanah adalah asal-usul manusia, tempat tinggal, sekaligus sumber kehidupan. Dalam perspektif Islam, tanah diibaratkan sebagai “ibu”.
“Alangkah naifnya kalau ada yang mengganggu ibu kita, lalu kita diam saja. Karena itu saya apresiasi perjuangan rakyat yang mempertahankan ruang hidupnya,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menyoroti pengelolaan SDA oleh pemerintah yang dianggap tidak sesuai dengan konstitusi maupun hukum agama. Menurutnya, SDA seharusnya sepenuhnya digunakan untuk kemakmuran rakyat, bukan untuk kepentingan segelintir pihak.
“APBN kita hari ini 85 persen ditopang pajak. Pertanyaannya, siapa yang menikmati SDA kita? Kalau benar untuk rakyat, mestinya hasil SDA bisa menopang sebagian besar APBN untuk kemakmuran bersama,” kata Faisal.
Ia mengingatkan bahwa Pasal 33 UUD 1945 telah jelas mengamanatkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Namun, realitas di lapangan menunjukkan pengelolaan SDA masih jauh dari prinsip tersebut.(*)
